Jumat, 21 September 2012

Georg Trakl Penyair Nestapa Abad 20 Yang Memukau



INDRAMAYU “Mimpi dan Kelam Jiwa”  kumpulan puisi Georg Trakl, Seri VII Puisi Jerman yang diluncurkan di 6 kota pulau  jawa itu, berakhir di Pendopo Kabupaten Cirebon, Minggu (16/9). Acara yang diprakarsai Goethe Institut ini di awaki penyair, Agus R. Sarjono dan Berthold Damshauser, Redaktur Jurnal Sajak dan Kolumnis Majalah Tempo.
Di pendopo Kabupaten Cirebon malam itu penyair Ahmad Subbanuddin Alwy selaku tuan rumah pada perhelatan ini memberi aplaus luar biasa kepada undangan yang terdiri dari  mahasiswa, seniman dan budayawan yang berasal dari Wilayah III Cirebon. Hadir dari Indramayu  Supali Kasim, Acep Syahril, Saptaguna, Yohanto A.Nugraha dan Ucha.M Sarna.
Beberapa nomor pembacaan sajak dan musikalisasi puisi sebagai pembuka perhelatan cukup menghangatkan suasana, yang kemudian langsung diambil alih pembawa acara Edeng Syamsul Ma’arif.
Sebelum memasuki sesi diskusi Berthold Damshauser dan Agus R Sarjono mengawalinya dengan pemaparan biografi dan pembacaan puisi plus sedikit tentang Georg Trakl. Hal ini ternyata cukup memancing kegelisahan Supali Kasim untuk merespon sosok Georg Trakl, baik dari puisi maupun proses kreatif yang cenderung tragic dari seorang Geoeg Trakl. Seperti puisi-puisinya yang terasa aneh dan sangat metaforik dengan tema-tema sosial yang terkesan emosional dan penuh kekalutan, ujarnya. 
Oleh Agus R. Sarjono dan Berthold Damshauser, Editor kumpulan puisi Georg Trakl, tidak menampik pernyataan Supali, namun ditegaskan bahwa Trakl bukanlah seorang sosialis. Kalaupun kemudian ada kesan-kesan sosial dalam baris puisinya itu lebih dipengaruhi oleh ungkapan-ungkapan liar yang menyeret banyak persoalan kehidupan pribadinya.  Sebab dari banyak penyair eropa yang kehidupannya lebih berarti, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan Trakl. Kehidupan Georg Trakl sangat tragis dan paling nestapa dalam perjalanan kesusastraan barat abad 20.
Ditempat terpisah penyair Acep Syahril menilai bahwa “Puisi Georg Trakl sangat luar biasa, setiap kata pada tulisannya memiliki karakter yang kuat, bukan hanya menawarkan irama unik tapi juga lapisan makna yang tak terduga,” jelasnya.
………………..                           
Kebekuan hitam. Tanah keras, udara pahit di lidah.
            Bintang-bintangmu mengatup jadi pertanda buruk.
            Dengan langkah membatu kau menderap dekat rel kereta, dengan
            Mata bulat bagai prajurit yang menyerang benteng hitam. Avanti!
                        Pahit salju dan bulan!
                        Serigala merah dicekik malaikat. Kakimu melangkah
            gemerincing bagai es yang biru. Senyum sarat duku dan
            keangkuhan membatukan wajahmu, dan dahimu memucat oleh
berahi kebekuan;
            atau dahi itu membungkuk bisu di atas lelap penjaga yang
rebah di gubug kayu.
……………………………………
            (Malam Musim Dingin, Hal.65)
Georg Trakl lahir pada tanggal 3 Februari 1887 di “Kota Mozart” Salzburg Austria, ia meninggal pada usia 27 tahun (1914) yang diduga sengaja bunuh diri dengan menggunakan kokain hingga kelebihan dosis di sebuah rumah sakit jiwa di Jerman. (IHSAN)