INDRAMAYU “Mimpi dan
Kelam Jiwa” kumpulan puisi Georg Trakl, Seri VII Puisi Jerman yang diluncurkan di 6 kota pulau jawa
itu, berakhir di Pendopo Kabupaten Cirebon, Minggu (16/9). Acara yang diprakarsai Goethe Institut
ini di awaki penyair, Agus R. Sarjono dan Berthold
Damshauser, Redaktur
Jurnal Sajak dan Kolumnis Majalah Tempo.
Di pendopo Kabupaten Cirebon malam itu penyair Ahmad
Subbanuddin Alwy selaku tuan rumah pada perhelatan ini memberi aplaus luar
biasa kepada undangan yang terdiri dari mahasiswa, seniman dan budayawan yang berasal dari
Wilayah III Cirebon. Hadir dari Indramayu Supali
Kasim, Acep Syahril, Saptaguna, Yohanto A.Nugraha dan Ucha.M Sarna.
Beberapa nomor pembacaan sajak dan musikalisasi puisi
sebagai pembuka perhelatan cukup menghangatkan suasana, yang kemudian langsung
diambil alih pembawa acara Edeng Syamsul Ma’arif.
Sebelum memasuki sesi diskusi Berthold Damshauser dan Agus R Sarjono mengawalinya dengan pemaparan biografi dan pembacaan puisi plus sedikit tentang
Georg Trakl. Hal ini ternyata cukup memancing kegelisahan Supali Kasim untuk merespon sosok Georg Trakl, baik dari puisi maupun
proses kreatif yang cenderung tragic dari seorang Geoeg Trakl. Seperti puisi-puisinya
yang terasa aneh dan sangat metaforik dengan tema-tema sosial yang terkesan emosional dan penuh kekalutan, ujarnya.
Oleh Agus R.
Sarjono dan Berthold
Damshauser, Editor kumpulan puisi Georg Trakl, tidak
menampik pernyataan Supali, namun ditegaskan bahwa Trakl bukanlah seorang
sosialis. Kalaupun kemudian ada kesan-kesan sosial dalam baris puisinya itu
lebih dipengaruhi oleh ungkapan-ungkapan liar yang menyeret banyak persoalan
kehidupan pribadinya. Sebab dari banyak penyair
eropa yang kehidupannya
lebih berarti, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan Trakl. Kehidupan
Georg Trakl sangat tragis dan paling nestapa dalam perjalanan kesusastraan barat abad 20.
Ditempat terpisah penyair Acep Syahril menilai bahwa “Puisi
Georg Trakl sangat luar biasa, setiap kata pada tulisannya memiliki karakter
yang kuat, bukan hanya menawarkan irama unik tapi juga lapisan makna yang tak
terduga,” jelasnya.
………………..
Kebekuan
hitam. Tanah keras, udara pahit di lidah.
Bintang-bintangmu mengatup jadi
pertanda buruk.
Dengan langkah membatu kau menderap
dekat rel kereta, dengan
Mata bulat bagai prajurit yang
menyerang benteng hitam. Avanti!
Pahit salju dan bulan!
Serigala merah dicekik
malaikat. Kakimu melangkah
gemerincing bagai es yang biru.
Senyum sarat duku dan
keangkuhan membatukan wajahmu, dan
dahimu memucat oleh
berahi kebekuan;
atau dahi
itu membungkuk bisu di atas lelap penjaga yang
rebah di gubug kayu.
……………………………………
(Malam
Musim Dingin, Hal.65)
Georg Trakl lahir pada tanggal 3
Februari 1887 di “Kota Mozart” Salzburg Austria, ia meninggal pada usia 27
tahun (1914) yang diduga sengaja bunuh diri dengan menggunakan kokain hingga
kelebihan dosis di sebuah rumah sakit jiwa di Jerman. (IHSAN)