SELAMATKAN
KEMERDEKAAN PERS
Oleh :
IHSAN MAHFUDZ*)
IHSAN MAHFUDZ |
Kemerdekaan Pers merupakan salah satu wujud
kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokrasi, sehingga
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 harus dijamin sesuai yang tercantum dalam konsederan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan
rakyat yang berazaskan prinsip prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum.( Red Undang Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers Bab II Pasal 2 )
Membaca ketentuan diatas maka tidak akan mungkin bisa optimal pelaksanaan
Kemerdekaan Pers yang diamanatkan Undang Undang manakala sebagai insan Pers dan masyarakat telah melanggar ketentuan yang tercantum dalam
pasal 7 ayat ( 2 ) Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa wartawan
memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik karena jika hal itu terus terjadi
maka Kemerdekaan Pers yang sudah kita perjuangkan bersama akan jauh dari minat
dan kepercayaan masyarakat sebagai kontrol publik. Karena di era reformasi ini
masih banyak ditengarai oknum dari insan pers yang melanggar dari kode etik
Jurnalistik.
Pada kesempatan yang baik ini penulis akan mencoba untuk menelaah temuan
temuan dilapangan tentang prilaku insan pers yang sarat dengan
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik yang disebabkan oleh beberapa faktor dan
penyebab diantaranya :
A. FAKTOR KETIDAK SENGAJAAN.
1.
Tingkat profesionalisme masih belum memadai, antara lain meliputi:
- Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Tidak melakukan pengecekan ulang.
- Tidak memakai akal sehat.
- Kemampuan meramu berita kurang memadai.
- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan.
- Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui.
- Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.
- Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Tidak melakukan pengecekan ulang.
- Tidak memakai akal sehat.
- Kemampuan meramu berita kurang memadai.
- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan.
- Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui.
- Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.
2.
Tekanan
deadline sehingga tanpa sadar terjadi kelalaian.
3.
Pengetahuan
dan pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik masih terbatas.
4.
Tidak mengikuti perkembangan aturan perundang undangan yang berlaku
B. FAKTOR KESENGAJAAN
1.
Memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, tetapi sejak awal
sudah ada niat yang tidak baik.
2.
Tidak memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Kode Etik Jurnalistik dan sejak
awal sudah memiliki niat yang kurang baik
3.
Karena persaingan pers sangat ketat, ingin
mengalahkan para mitra atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak
sepatutnya sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik.
4.
Pers hanya
dipakai sebagai topeng atau kamuflase untuk perbuatan kriminalitas sehingga
sebenarnya sudah berada di luar ruang lingkup karya jurnalistik.
Jika pelanggaran terhadap Kode Etik
Jurnalistik karena faktor ketidaksengajaan, termasuk dalam pelanggaran kategori
2, artinya masih dimungkinkan adanya ruang yang bersifat toleransi. Tak ada
gading yang tak retak. Tak ada manusia yang sempurna. Sehebat-hebatnya satu
media pers, bukan tidak mungkin suatu saat secara tidak sengaja atau tidak
sadar melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dalam kasus seperti ini, biasanya
setelah ditunjukkan kekeliruan atau kesalahannya, pers yang bersangkutan segera
memperbaiki diri dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik dengan benar, bahkan
kalau perlu dengan kesatria meminta maaf.
Memang, pers yang baik bukanlah pers yang
tidak pernah tersandung masalah pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Tetapi, pers
yang setelah melakukan pelanggaran itu segera menyadarinya dan tidak mengulangi
lagi serta kalau perlu meminta maaf kepada khalayak.
Sebaliknya, pelanggaran Kode Etik
Jurnalistik yang disengaja dan termasuk dalam pelanggaran kategori 1 merupakan
pelanggaran yang berat. Sebagian pelanggarnya bahkan tidak segera mengakui
pelanggaran yang telah dilakukan, setelah diberitahu atau diperingatkan tentang
kekeliruannya. Berbagai macam argumentasi yang tidak relevan sering mereka
kemukakan. Hanya setelah mendapat ancaman sanksi yang lebih keras lagi, sang
pelanggar dengan tepaksa mau mengikuti aturan yang berlaku.
Disitulah beberapa Faktor yang
memungkinkan insan pers dapat melanggar ketentuan Kode Etik Jurnalistik yang
sudah di bahas oleh beberapa organisasi wartawan/Pers di tanah air ini melalui
Sidang Pleno Dewan Pers dan dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Pers , penulis
memaklumi bahwa Pers dituntut untuk selalu patuh dan taat kepada kode etik
Jurnalistik, tapi Pers ternyata bukanlah malaikat yang tanpa kesalahan.
Keterangan diatas menunjukan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya melakukan kesalahan
atau kekhilafan sehingga dimungkinkan akan melanggar kode etik jurnalistik dan
banyak pula yang melakukan jurnalis dengan profesionalisme nya.
Oleh karena itu sebagai langkah untuk
menyelamatkan Kemerdekaan Pers saat ini,
yang pada akhirnya akan mampu merubah citra dan image negatif
jurnalistik di Indonesia,
maka harus ditempuh langkah langkah yang optimal diantaranya adalah sebagai
berikut :
- Peran serta Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengimplementasikan pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara optimal.
- Sebagai Organisasi Wartawan hendaknya dapat melakukan langkah langkah yang perspektif dalam mensosialisasikan terhadap kemungkinan kemungkinan terjadi perubahan terhadap aturan perundang undangan yang akan di berlakukan sehingga target kebijakan pemerintah dan Dewan Pers terhadap masalah jurnalistik dapat mengena kepada komponen masyarakat secara luas. khususnya insan Pers Sebagai contoh masih banyak diantara masyarakat Indonesia yang belum faham bahkan tidak mengerti tentang batasan batasan , aturan dan norma yang berlaku terhadap jurnalistik.
- Sebagai Penyelenggara Pemerintah , penentu kebijakan dan masyarakat masih ada yang ber anggapan bahwa Pers/Wartawan adalah sebagai rival bahkan oposisi bukan dijadikan sebagai partner media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial serta lembaga ekonomi.
- Peran serta masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap perkembangan jurnalistik masih rendah sehingga upaya peningkatan pemahaman harus betul betul dilakukan oleh semua komponen masyarakat dan hal itu harus benar benar nyata sehingga dapat melahirkan kehidupan berdemokrasi sesuai harapan masyarakat Indonesia...
- Pemerintah, Wartawan / Pers, Ormas, LSM dan Masyarakat harus menyatukan langkah dalam memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.sehingga makna dari kebebasan Pers betul betul dapat berjalan dan bisa menghiasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
tulisan ini dapat dijadikan muhasabah untuk bersama sama mewujudkan dan
menyelamatkan KEMERDEKAAN PERS yang
sesungguhnya. Karena pada hakekatnya profesionalisme dalam jurnalis adalah
amanat rakyat dan bernilai ibadah disisi Allah SWT. Semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
memberikan bimbingan taufik dan hidayah
dalam menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Amiin
Indramayu, 5 Maret 2012
*) Penulis
adalah Pengurus Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia ( IPJI ) Kab.Indramayu
*) Wakil Sekjen
Dewan Presidiun Nasional P3N Republik Indonesia
*) Ketua Umum
Asosiasi Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Kabupaten Idramayu